Persaingan antara taksi online dan konvensional kini mulai melanda Suriah. Fenomena yang sebelumnya lebih dulu mengguncang negara-negara lain akhirnya sampai ke jalanan Damaskus, Aleppo, hingga kota-kota besar lain. Sopir taksi kuning yang sudah lama menguasai jalanan merasa posisinya mulai terancam oleh kehadiran perusahaan aplikasi transportasi seperti Yalla Go.
Video yang beredar memperlihatkan ratusan sopir taksi konvensional melakukan demonstrasi di depan gedung pemerintah. Mereka memprotes dominasi Yalla Go yang dinilai merugikan penghasilan sopir lama. Klakson mobil dibunyikan serentak, menandai simbol perlawanan terhadap layanan transportasi berbasis aplikasi.
Yalla Go sendiri menjadi pemain utama taksi online di Suriah. Dengan kemudahan pemesanan lewat aplikasi, tarif transparan, dan kenyamanan layanan, perusahaan ini dengan cepat menarik hati banyak pengguna. Namun, keberhasilan ini menimbulkan gesekan keras dengan sopir taksi tradisional.
Para sopir taksi kuning menilai keberadaan Yalla Go mengganggu mata pencaharian mereka. Sejumlah pengemudi mengaku penghasilannya menurun drastis sejak aplikasi tersebut beroperasi. Persaingan harga dan layanan menjadi faktor yang membuat pelanggan beralih.
Di beberapa negara, konflik serupa pernah terjadi. Misalnya di Mesir, ketika Uber masuk dan menantang dominasi taksi putih, demonstrasi besar juga pecah. Namun, pemerintah akhirnya mempertemukan kedua belah pihak dengan membuat aturan yang memungkinkan taksi konvensional ikut mengadopsi sistem pemesanan online.
Di Indonesia, persaingan serupa bahkan sempat memanas hingga berujung bentrokan di jalan. Namun, solusi datang dengan mengintegrasikan layanan taksi konvensional ke dalam aplikasi online. Model ini dianggap jalan tengah untuk menjaga persaingan tetap sehat.
Skenario serupa juga mungkin bisa diterapkan di Suriah. Pemerintah dapat mendorong perusahaan aplikasi lokal yang khusus melayani sopir taksi kuning. Dengan begitu, mereka tidak perlu merasa tersisih, melainkan ikut bersaing di era digital.
Jika tidak ada solusi, potensi konflik sosial akan semakin melebar. Sopir taksi konvensional yang merasa terpinggirkan bisa melancarkan protes lebih keras, bahkan mengganggu stabilitas lalu lintas di kota-kota besar.
Yalla Go sendiri bukan nama asing di kawasan. Perusahaan ini berbasis di Irak dan telah beroperasi di beberapa negara Timur Tengah, termasuk Libya dan Sudan. Kehadirannya di Suriah menandai ekspansi yang lebih agresif di wilayah konflik.
Kepemilikan Yalla Go terhubung dengan jaringan bisnis transportasi regional yang bermarkas di Erbil, Kurdistan Irak. Mereka berambisi menguasai pasar transportasi daring di kawasan yang selama ini masih minim pemain besar.
Strategi ekspansi mereka cukup sederhana: masuk ke pasar yang belum sepenuhnya digarap oleh raksasa global seperti Uber atau Careem. Dengan pendekatan lokal, Yalla Go lebih mudah diterima masyarakat setempat.
Namun, langkah ini justru memicu keresahan di Suriah. Sopir taksi tradisional yang selama ini berjuang di tengah krisis ekonomi merasa kalah bersaing dengan perusahaan yang didukung modal besar.
Demonstrasi sopir taksi di Damaskus hanyalah awal dari ketegangan panjang. Jika pemerintah tidak segera merumuskan regulasi yang adil, konflik horizontal bisa terjadi antara sopir konvensional dan pengemudi aplikasi.
Beberapa pengamat menilai Suriah sebaiknya belajar dari model Turki. Di sana, pemerintah memberi izin kepada taksi konvensional untuk menggunakan aplikasi, tetapi tetap membatasi jumlah kendaraan daring agar tidak merugikan sopir lama.
Keseimbangan antara inovasi dan perlindungan ekonomi rakyat menjadi kunci utama. Suriah tidak bisa menutup mata dari perkembangan teknologi, tetapi juga tidak boleh membiarkan ribuan sopir taksi kehilangan penghasilan.
Yalla Go sejauh ini masih melanjutkan operasinya di sejumlah kota besar Suriah. Namun, tekanan dari jalanan membuat pemerintah berada di bawah sorotan publik untuk segera mengambil keputusan.
Sementara itu, pengguna layanan transportasi justru terbelah. Sebagian memilih Yalla Go karena lebih murah dan mudah, sementara lainnya bersimpati kepada sopir taksi kuning yang sedang berjuang bertahan.
Situasi ini menggambarkan dilema yang sama dialami banyak negara. Inovasi teknologi memang membawa efisiensi, tetapi juga menciptakan korban jika tidak diatur dengan bijak.
Ke depan, langkah pemerintah Suriah akan menentukan arah persaingan ini. Apakah mereka akan membuka ruang kompromi agar taksi kuning bisa ikut masuk ke ranah digital, atau membiarkan pasar dikuasai penuh oleh aplikasi asing.
Apapun keputusan yang diambil, jelas bahwa persaingan antara taksi online dan konvensional kini menjadi babak baru dalam dinamika sosial-ekonomi Suriah. Demonstrasi sopir taksi hanyalah sinyal awal bahwa perubahan besar sedang berlangsung di jalanan negara itu.
Posting Komentar